Home » » Politik Mesir yang Kembali Bergejolak

Politik Mesir yang Kembali Bergejolak

Written By admin on Sunday, June 24, 2012 | 3:02 AM


Keputusan Komisi Pemilu Mesir untuk menunda pengumuman pemenang putaran kedua pemilihan presiden, kemarin, telah menciptakan iklim politik bertensi tinggi di `Negeri Piramida’. Untuk pertama kalinya sejak lima dekade lalu, kelompok Ikhwanul Muslimin menunjukkan sikap asertif dengan mengajak rakyat Mesir ambil bagian dalam demonstrasi besar besaran menentang plot Dewan Agung Militer (SCAF).
Demonstrasi bertajuk Kembalikan Legitimasi itu, menurut rencana, bakal berlangsung di Lapangan Tahrir, Kairo, sesudah salat Jumat.
“Keputusan itu menempatkan kami pada posisi sulit yang tidak bisa diselesaikan kecuali menggunakan tekanan rakyat. Kami akan mengatur pawai menentang keputusan itu,” cetus Essam el-Erian, Wakil
Ketua Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP), sayap politik Ikhwanul Muslimin, kepada harian Al-Masry Al-Youm.

Younis Makhyoun, petinggi dari Partai Al-Nour yang merupakan sayap politik gerakan Salafi , bahkan menuding militer menggunakan dalil hukum untuk memberangus kekuatan rakyat. Pasalnya, sebelum pengumuman pemenang pilpres ditunda, parlemen yang didominasi wakil-wakil Ikhwanul Muslimin dibubarkan.
“Ketiadaan parlemen menegaskan plot militer. Ini akan menuntun terjadinya revolusi,“ kilah Makhyoun.
Berdasarkan keterangan Sekretaris Jenderal Komisi Pemilu, Hatem Begato, kepada harian Al-Ahram, hasil putaran kedua pilpres akan diumumkan pada Sabtu (23/6) atau Minggu (24/6) mendatang. Penundaan itu diberlakukan lan taran para anggota komisi harus meninjau 400 surat pengaduan kecurang an yang diajukan kubu Mo hammed Mursi dan kubu Ahmed Shafiq.
Tiga opsi Menurut Said Sadek, profesor ilmu sosiologi politik di American University, Kairo, kini terdapat setidaknya tiga opsi skenario yang amat mungkin terjadi. Opsi pertama, meletupnya kekerasan setelah Komisi Pemilu mengumumkan Ahmed Shafiq sebagai pemenang pilpres.
Opsi itu menguat setelah seorang petinggi militer menyatakan SCAF telah mengantisipasi gelombang kerusuhan yang dituduhkan oleh militer kepada Ikhwanul Muslimin namun dengan keras dibantah oleh pihak Ikhwanul Muslimin.
“Dewan Militer berkeras tidak akan membiarkan Ikhwanul Muslimin memegang kekuasaan. Kami bersiap menghadapi kericuhan selama setidaknya dua hari setelah Shafiq dinyatakan sebagai presiden,” ujarnya kepada harian Al-Ahram.
Sang petinggi militer tersebut menambahkan, Ikhwanul Muslimin kini mengadopsi sikap konfrontasi setelah sekian lama bergantung pada kebijakan kompromi walaupun begitu Ikhwanul Muslimin menolak jika mereka akan melakukan kekerasan di Mesir.
Opsi kedua, kesepakatan antara Dewan Agung Militer dan Ikhwanul Muslimin. Namun, opsi itu sulit tercapai mengingat SCAF sangat takut jika Ikhwanul Muslimin berkuasa dan tentunya pihak militer tidak menginginkan Ikhwanul Muslimin berkuasa.
Opsi terakhir, Komisi Pemilu menyatakan Mohammed Mursi sebagai pemenang sah. Keputusan itu diyakini merupakan jalan terbaik lantaran kekerasan seperti masa penurunan mantan Presiden Hosni Mubarak bisa dihindari.
“Kekerasan bukanlah jalan Ikhwanul. Kami boleh jadi tidak sepakat dengan aparat, tapi kami tidak akan bertentangan dengan rakyat,“ tegas Khairat al-Shater, petinggi Ikhwanul Muslimin.
\
Pertarungan sepanjang sejarah antara Ikhwan dengan militer Mesir

Pertarungan sepanjang sejarah antara Ikhwan dengan militer Mesir. Tak pernah putus-putus. Ikhwan yang ingin membebaskan Mesir dari belenggu penjajah Barat, sementara itu militer menjadi garda paling terdepan dalam membela kepentingan dan ideologi Barat. Sekalipun sekarang sudah mulai terjadi perubahan.
Inilah yang menjadi persoalan besar dalam sisi kemanusiaan. Karena akan membawa dampak bagi masa depan bangsa Mesir.
Ikhwan sudah sangat akomodatif dan menyesuaikan diri ldengan kecenderungan global yaitu memanfaatkan demokrasi guna memperbaiki sistem kehidupan bangsa Mesir. Ikhwan sudah bersedia ikut dalam format Barat, yaitu demokrasi, serta pemilihan.
Lagi-lagi partisipasi Ikhwan dalam politik yang sifatnya legal itu, justeru hasilnya  ditolak militer. Dengan berbagai rekayasa konstitusi, militer menghalangi Ikhwan, dan berusaha menganulir hasil pemilihan, dan bahkan ingin mengeliminir peran politik Ikhwan.
Dengan kondisi seperti itu, seperti tak pernah berubah pola hubungan antara IKhwan dengan militer, dan akan selalu berhadap-hadapan. Tentu tidak ada yang diuntungkan, dan hanya membawa kehancuran bangsa Mesir.
Militer menolak hasi pemilihan parlemen yang dimenangkan oleh Ikhwan. Militer juga kemungkinan menolak hasil pemilihan presiden yang dimenangkan calon Ikhwan, yaitu Mohammad Mursi. Militer tidak mau mengalihkan kekuasaan sepenuhnya kepada sipil, dan bersikukuh ingin tetap memegang kekuasaan.
Kondisi di Mesir sangat berbahaya. Hanya dengan dalam hitungan hari, kemungkinan akan meledak konflik terbuka antara Ikhwan dengan militer. Meskipun, secara eksplisit Wakil Mursyid ‘Aam, Jamaah Ikhwanul Muslimin, Khairat al-Shater, menolak kemungkinan Mesir akan jatuh ke dalam skenario seperti yang terjadi di Aljazair. Al-Shater tetap berkomitmen akan menggunakan cara-cara yang non-kekerasan. Termasuk seperti melakukan pembangkangan sipil dalam menghadapi militer.
Ikhwan dengan dukungan kekuatan perubahan, seperti Salafi, kalangan nasionalis, sosialis, kelompok gerakan pemuda 6 Mei, dan sejumlah elemen gerakan sipil lainnya, yang ingin mengakhiri kekuasaan militer, mereka bersatu, dan bersama-sama menggalang kekuatan, serta mereka melakukan aksi protes di Tahrir Square, yang menolak campur tangan militer.
Militer tetap bersikukuh tidak mau membagi kekuasan dan menyerahkan kekuasaan kepada kalangan sipil, terutama kalangan Islamis, yang secara terbuka memenangkan pemilihan melalui proses demokrasi.
Perjuangan kaum Islamis di Mesir ini, masih sangat panjang, dan belum jelas, bagaimana akhir dari perjuangan mereka dalam menghadapi hegemoni militer. Konflik antara Ikhwan dengan para penguasa dan militer Mesir, sudah berlangsung sejak lahirnya Gerakan Ikhwan, di tahun 1928. Mulai dari Raja Farouk, Jenderal Muhammad Najib, Jenderal Gamal Abdul Nasser, Anwar Sadat, sampai Marsekal Hosni Mubarak. Bahkan, yang paling keras konflik antara Ikhwan dengan Jenderal Gamal Abdul Nasser. Meskipun, mulanya Nasser adalah anggota Ikhwan, yang direkrut langsung oleh Hassan al-Banna.
Tetapi, ketika Nasser berkuasa, bukan hanya meninggalkan Ikhwan, tetapi Nasser membuat makar terhadap Ikhwan, dan membumihanguskan gerakan itu, sampai dalam skala yang sangat luas. Ribuan tokoh dan anggota Ikhwan yang ditangkap dan dipenjara, dihukum mati, dan sebagian diusir dari Mesri.
Sekarang ini, kemungkinan akan berulang lagi, konflik yang paling buruk antara Ikhwan dengan militer. Di mana komisi pemilihan yang menjadi alat militer itu, bisa mengambil keputusan besok atau lusa, mengumumkan hasil pemilihan presiden dengan memberikan kemenangan kepada Marsekal Ahmed Shafiq, yang menjadi representasi dari rezim militer dan mantan Presiden Hosni Mubarak.
Apakah puncak ketegangan antara Ikhwan yang didukung seluruh kekuatan sipil di Mesir dengan militer ini, berakhir dengan konflik terbuka, dan menjadi perang terbuka antara kekuatan sipil melawan militer?
Ini hanya akan dapat dilihat dalam beberapa hari mendatang. Perang terbuka antara sipil dengan militer di Mesir, kemungkinan bisa saja terjadi, akibat puncak kekecewaan rakyat Mesir terhadap militer, yang berkuasa selama puluhan dekade.
Jum’at kemarin, ratusan ribu rakyat Mesir, melakukan unjuk rasa di Tahrir Square, yang menolak campur tangan militer, dan meminta segera militer menyerahkan kekuasaaannya kepada sipil.
Kekuatan sipil di Mesir, yang digalang Ikhwan bertekad terus melakukan protes, dan menentang kekuasaan militer, dan tidak mau memberikan konsesi politik kepada militer. Sehingga, ini menjadi suatu bencana masa depan bagi bangsa Mesir.
Kalau terjadi pemberontakan sipil, yang akan berlangsung sangat keras, maka kemungkinan akan banyak jatuh korban.
Militer sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, dan masuk ke pusat kota Cairo, mengantisipasi aksi yang bakal terjadi bersamaan dengan pengumuman hasil pemilihan presiden yang kemungkinan akan sesuai dengan skanerio militer, yaitu memberikan kemenangan kepada Marsekal Ahmed Shafiq. Sementara itu, Shafiq menjadi simbol militer dan rezim lama, dibawah Hosni Mubarak.
Militer sudah mengeluarkan pernyataan selama empat menit melalui  televisi negara dengan nada yang sangat keras,  Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) menegaskan tidak akan mengindahkan seruan kelompok-kelompok sipil yang sekarang berkumpul di Tahrir Square, dan menolak mencabut dekrit yang sudah dikeluarkan yang membubarkan parlemen, dan memperluas kekuasaannya.
Ikhwan dengan sangat tegas mengecam tindakan militer sebagai “tidak konstitusional”. Kebuntuan antara dua kekuatan terkuat Mesir, tampaknya terus mengeras, dan membuat keraguan yang serius terhadap prospek demokrasi di Mesir.
Mohamed Beltagy, anggota senior Ikhwan, mengatakan Ikhwan akan terus menolak keputusan SCAF, di mana  militer membubarkan parlemen baru. “Para pemimpin Ikhwan menyatakan kembali penolakannya terhadap deklarasi konstitusi, yang itu sendiri tidak konstitusional,” tambah Beltagy. “Dewan militer tidak memiliki hak hukum mengeluarkan dekrit”, tambah Beltaqy.
Pernyataan militer terbaru, menurut Hassan Nafaa, seorang analis politik, dan seorang pengecam  Mubarak, mengatakan: “Pernyataan Dewan militer dimaksudkan untuk menakut-nakuti rakyat, dan memadamkan semangat revolusioner bangsa Mesir,  melalui nada yang otoriter,di mana pernyataan itu disampaikan”, ungkapnya.
“Ini  revolusi  klasik yang akan dilawan oleh kekuatan para demonstran,” kata Safwat Ismail, 43, anggota Ikhwanul Muslimin yang datang dari Delta Nil. “Saya tetap tinggal di Tahrir Square ini sampai militer turun”, tambahnya. (voaislam/Suaranews)
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BERITA -BERITA PILIHAN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger