Sikap partai Demokrat melalui pernyataan Sekjennya Amir Syamsudin dinilai hanya sebagai upaya menakut-nakuti mitra koalisinya. Pernyataan Amir yang mengatakan bahwa Presiden SBY mempertimbangkan perombakan kabinet disinyalir merupakan bentuk upaya Demokrat agar partai-partai koalisi tidak menunjukkan sikap perlawanan terhadap pemerintah.
Pengamat komunikasi politik Prof Tjipta Lesmana, sikap Demokrat tersebut lazim disebut pola komunikasi yang membangkitkan rasa takut (political arising communication). "Partai demokrat sering menggunakan political arising communication. SBY dan pembantunya sering gunakan ini," kata Tjipta usai sebuah acara diskusi, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu ( 6/2/2010 ).
Pola komunikasi seperti ini, kata Tjipta, kerap dilakukan manakala pihak pemerintah merasa terancam dengan dinamika situasi politik yang sedang berkembang. Hal serupa, kata dia, pernah dilakukan almarhum KH Abdurrahman Wahid saat menjabat presiden. "Waktu itu dia mengancam, kalau sampai dia dicopot, delapan provinsi akan merdeka," kata pengajar di Universitas Pelita Harapan ini.
Dalam ilmu komunikasi politik, urainya, model komunikasi macam ini terbukti tidak efektif untuk menekan pihak lain. "Makin diancam malah makin berani melawan," ujarnya.
Ia menyayangkan, sikap Demokrat yang justru mengambil pola komunikasi yang terbukti gagal ini. Presiden SBY sebagai bagian tertinggi dalam partai Demokrat juga dinilainya gagal dalam melakukan komunikasi politik pada mitra koalisinya di partai. "Menurut saya, SBY tidak punya ahli dalam komunikasi politik," tegasnya.
Ancaman Partai Demokrat mendepak anggota kabinet asal partai koalisi disikapi dingin pengamat politik dari Indo Barometer, Muhammad Qodari. Qodari menilai, ancaman perombakan kabinet asal partai koalisi sekadar wacana belaka.
"Saya menganggap ini sekadar wacana sejauh ini belum disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," ucap Muhammad Qodari saat dihubungi Persda Network di Jakarta, Jumat (5/2/2010).
Menurut pandangan Muhammad Qodaridari Indobarometer
Menurut Qodari, Partai Demokrat merasa PKS dan Golkar selama ini tidak sekata dalam beberapa langkah politik. Perbedaan langkah politik ini terlihat jelas dalam pengungkapan skandal Bank Century. "Karena itu, Partai Demokrat berusaha mendisiplinkan partai koalisi dengan ancaman reshuffle tersebut," ujarnya.
"Partai Demokrat dan SBY akan kerepotan apabila Golkar dan PKS itu lepas sama sekali dari koalisi," ungkapnya.
Qodari menegaskan, Golkar dan PKS akan berada di lajur oposisi bersama PDI Perjuangan setelah lepas dari Partai Demokrat. "Ke depan akhirnya malah oposisi jadi lebih besar," jelasnya.
Menghadapi kebandelan dan tidak disiplinnya jalinan koalisi, kata Qodari, semestinya Partai Demokrat memberi carrot, bukannya stick. Ini merupakan politik tarik ulur dalam menjaga koalisi besar. Apalagi, selama ini PKS dan Partai Golkar masih tetap membela Partai Demokrat.
"Kompromi politik yang ada adalah berupa pemahaman bersama. Dan mungkin saja proses pemahaman bersama ini tengah dirajut kembali," sergahnya.
Dia menyatakan, kemungkinan yang ada, "wortel" yang akan diberikan SBY adalah berupa kursi Wakil Presiden yang saat ini diduduki Boediono dan kursi Menteri Keuangan Sri Mulyani. Namun, ini masih bergantung atas temuan Panitia Khusus Hak Angket DPR RI tentang skandal Bank Century.
"Kita sendiri belum mengetahui secara persis rekomendasi Pansus," tandasnya
Presiden SBY harus bicara tidak boleh tinggal diam
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dinilai harus segera mengambil sikap tegas terkait polemik tersebut. "Masalah reshuffle ini masalah besar. Dalam hal demikian saya kira SBY harus bicara ke publik. Dia mesti tegas," kata pengamat komunikasi politik Prof Tjipta Lesmana usai sebuah acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (6/2/2010).
Ia mengatakan, dalam kondisi seperti ini, SBY justru tidak boleh tinggal diam dan membuat mitra-mitra koalisi berada dalam kondisi ketidakjelasan dan ketakutan. "Ini jadi reshuffle atau tidak," ungkapnya.Sikap diam yang kerap dilakukan pada isu-isu penting, kata Tjipta, justru semakin menunjukkan SBY bukanlah seorang komunikator politik yang ulung. Menurutnya, SBY malah justru banyak bicara dan mengeluh pada isu yang tidak penting. "Tapi ketika persoalan yang penting malah diam saja. Ini bukti yang jelas sekali, komunikasi yang tidak bagus alias jelek sekali," katanya.
Post a Comment