Home »
INTERNATIONAL
» SBY diminta jadi co-Chairman dalam pertemuan puncak KTT Iklim
SBY diminta jadi co-Chairman dalam pertemuan puncak KTT Iklim
Written By admin on Tuesday, December 15, 2009 | 10:42 PM
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menjadi co-chairman dalam pertemuan puncak KTT Iklim (UNFCCC) di Kopenhagen bersama PM Denmark Lars Rasmussen.
Kanselir Jerman Angela Merkel menjelaskan, Presiden SBY ditunjuk karena dianggap berpengalaman dalam mengatasi kebuntuan ketika pertemuan UNFCCC di Bali, tahun 2007 silam.
"Ini bukan official appointment. Presiden SBY punya pengalaman luas dalam fungsi ini," kata Merkel saat jumpa pers bersama Presiden SBY di Bundeskanzleramt atau kantor Kanselir Jerman, di Berlin, Selasa (15/12/2009).
Presiden SBY kemudian bercerita mengenai pengalaman ketika terjadi kebuntuan dalam pertemuan UNFCCC di Bali.
"Pengalaman kami di Bali hampir deadlock, waku tinggal beberapa jam lagi. Tapi selalu ada window opportunity, dan kita berharap di Kopenhagen dapat menghasilkan kesepakatan berupa dokumen yang legally binding," urai SBY.
Presiden SBY juga menegaskan agar negara-negara maju dan berkembang harus melakukan dan memberikan hal yang lebih demi tercapainya konsensus di Kopenhagen.
"RI telah menetapkan target 26 persen untuk 2020, dan itu achievable, dengan upaya kami sendiri," jelas )ria kelahiran Pacitan, Jawa Timur ini.
Sebelumnya Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barroso juga meminta Indonesia menjadi jembatan yang mempertemukan perbedaan antara negara-negara maju dan berkembang dalam KTT Iklim.
Seperti diketahui, ketegangan mewarnai pertemuan mahapenting itu, terutama antara Amerika Serikat dan China. Bocornya dokumen "Teks Denmark" oleh harian Inggris The Guardian di tengah-tengah berlangsungnya konferensi turut memanaskan keadaan. Dokumen tersebut berisi kesepakatan beberapa negara maju yang dianggap merugikan negara berkembang.
Sementara dikutip dari International Herald Tribune, China dan AS menemui jalan buntu mengenai bahasan agar kesepakatan yang dicapai dapat dimonitor dan diverifikasi. China menolak menerima segala bentuk pengawasan internasional atas level emisinya. Sementara AS menegaskan, tanpa verifikasi yang keras atas tindakan China, maka kesepakatan tidak akan tercapai.
Unjuk Rasa
Sementara itu, di luar Gedung Bundeskanzleramt, kurang dari 10 aktivis Greenpeace berunjuk rasa mendesak dihentikannya kejahatan kehutanan di Indonesia. Mereka membentangkan spanduk kecil bertuliskan "Stop Forest Crime in Indonesia" dan membawa sejumlah foto kerusakan hutan. Para demonstran ini sebelumnya melakukan unjuk rasa di Istana Presiden Jerman, ketika Presiden SBY tiba di tempat itu.[okezone.com]
Labels:
INTERNATIONAL
Post a Comment