jelang akhir tahun 2009, Mahkamah Agung (MA) membuat kejutan. Sebanyak 81 hakim dan pejabat MA, melakukan perjalanan ke luar negeri ke delapan negara. Namun MA membantah kalau kepergian ini untuk plesiran yang hanya bertujuan menghabiskan sisa anggaran akhir tahun.
Juru bicara MA yang juga Ketua Muda Pengawasan MA Hatta Ali menegaskan, kegiatan yang dilakukan 81 pejabat MA adalah murni untuk kegiatan studi banding dan bukan untuk plesiran. .
"Itu semua sudah diprogram dan sudah terencana. Jadi, tidak mungkin dana yang lebih di MA itu dihabiskan. Sebab, nanti akan kesulitan karena harus ada laporan pertanggungjawabannya. Masa uang dihabiskan untuk melancong ke luar negeri," kata Hatta Ali kepada Persda Network, Jakarta, Senin (28/12).
Dari data yang diperoleh Persda Network, dari 81 orang yang ikut dalam rombongan tersebut, antara lain hakim agung, hakim tinggi, dan Ketua Pengadilan Negeri (PN) serta pejabat dan staf di lingkungan MA. Beberapa istri dan anak pejabat juga ikut serta dalam acara tersebut. Delapan negara yang dituju adalah Italia, Belanda, Australia, Mesir, Perancis, Jepang, Malaysia, dan Thailand.
Perjalanan ke-81 hakim dan pejabat serta staf MA tersebut atas persetujuan Ketua MA Harifin Tumpa dalam surat tertanggal 15 Oktober 2009. Perjalanan ke luar negeri dilaksanakan pada kurun waktu Oktober-Desember 2009.
Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho memandang program studi banding ke luar negeri ini dilakukan secara diam-diam. Karena, sampai hari ini tidak diumumkan kepada publik melalui website-nya.
Ada hal lain yang tidak kalah penting baginya. Studi banding ini juga dinilai mencurigakan, karena keikutsertaan puluhan pejabat MA tersebut dilakukan di akhir tahun dan terkesan hanya untuk menghabiskan sisa anggaran di MA.
"Mencurigakan karena terjadi di akhir tahun. Terkesan tidak ada pertanggung jawaban akan hasilnya. Sampai sekarang kan belum ada poin hasilnya. Padahal mereka sudah pulang ke tanah air," cetusnya.
Untuk itu, ICW segera mengirim surat ke MA untuk meminta klarifikasi soal studi banding tersebut, yang harus disertai rincian laporan anggarannya. "Ini kan uang APBN, berarti ini kan uang rakyat. Kalau uang ini dibuat untuk jalan-jalan atau studi banding yang diselingi jalan-jalan, berarti in ikan menggugah rasa keadilan masyarakat di saat ekonomi sekarang ini," paparnya.
Selain itu, ICW juga akan mengirim surat rekomendasi kepada Komisi Yudisial agar para hakim yang ikut serta dalam studi banding tersebut diperiksa sebagai pertanggung jawabannya. "Nanti ke KY, minta dicek, adakah pelangaran kode etik hakim yang dilakukan," pungkasnya.(Persda Network/abdul qodir)
Post a Comment