Saat itu, Gus Dur menyampaikan permintaan kepada Gus Sholah untuk bersedia memimpin NU, dalam Bahasa Jawa di PP Tebuireng. "Gus Dur sempat bertanya, tahu nggak, siapa yang mencalonkan kamu untuk memimpin NU nanti?," kata Gus Sholah menirukan pertanyaan yang diajukan Gus Dur kepadanya itu.
Gus Sholah pun hanya menggelengkan kepala. "Lalu beliau menjawab, yang mencalonkan kamu adalah Mbah Maimun (K.H. Maimun Zubair, Pengasuh PP Al Anwar, Sarang, Rembang, Jateng)," kata Gus Sholah lagi.
Wasiat kakaknya yang disampaikan sebelum meninggal dunia itu menjadi modal utama bagi Gus Sholah untuk maju dalam pencalonan di arena Muktamar ke-32 NU di Makassar, Sulawesi Selatan pada 22-27 Maret 2010. "Setidaknya permintaan kakak saya itu menambah kepercayaan diri saya dalam muktamar nanti," katanya.
Ia juga menjamin para santrinya di PP Tebuireng tidak mempermasalahkan pencalonannya itu. "Tidak ada masalah dengan santri. Mereka sudah terbiasa kami tinggal pergi," kata cucu pendiri NU, Hadratussyeikh K.H. Hasyim Asy`ari, itu.
Gus Sholah bertekad akan membawa NU lebih baik lagi dan mengembalikan pada posisinya sebagai organisasi kemasyarakatan dan keagamaan terbesar di Indonesia yang steril dari berbagai bentuk kepentingan politik partisan. "Selain itu, kami akan menjadikan warga nahdliyin sebagai masyarakat sipil yang demokratis dan kritis terhadap pemerintah," katanya.[repubikaonline]
Post a Comment