Kontroversi buku "Gurita Cikeas" makin memanas, dengan hadirnya buku tandingan berjudul "Hanya Fitnah & Cari Sensasi," dari pihak yang tidak setuju. Uniknya, sebagai buku yang kontra, bantahan ini memiliki banyak kesamaan dengan buku yang dibantahnya. Pertama, penulis buku ini, yaitu Setiyardi adalah mantan wartawan Tempo, sama seperti George Aditjondro. Kedua, tampilan cover buku ini benar-benar mirip (serupa tapi tak sama) dengan buku yang dibantahnya. Ketiga, data yang disajikan dalam buku ini sama dengan buku yang dibantahnya, yaitu sama-sama memakai data sekunder dari kliping-kliping media. Keempat, buku ini sama-sama memanfaatkan situasi politik untuk sensasi dan popularitas buku. Buku ini, secara tampilan hampir sama dengan "Membongkar Gurita Cikeas." Juga substansinya: sama-sama memakai data utama dari kliping media. Inilah sebagian isi buku balasan untuk George Aditjondro yang ditulis juniornya sendiri, Setiyardi, yang sama-sama mantan wartawan Tempo.
Halaman awal setelah cover dari buku ini dimulai dengan tulisan besar: Hanya Fitnah dan Cari Sensasi, George Revisi Buku, oleh redaksi politik indonesia.com.
Pada halaman selanjutnya, ada judul Prolog. Isinya, hampir sama dengan cara George Aditjondro mengungkapkan data awal pada bukunya. Yaitu memakai kutipan.
Bedanya, dalam buku berjudul Membongkar Gurita Cikeas, George mengutip pidato Presiden SBY saat memberi penjelasan tentang kasus yang sedang berkembang, yaitu ketegangan KPK dan Polri.
Dalam buku "Hanya Fitnah & Cari Sensasi," Setiyardi mengutip pendapat Metro TV yang melansir pemberitaan tentang launching buku George di Yogyakarta. Bahwa, buku yang dilaunching oleh George itu hanya cari sensasi.
Lalu, sama seperti George, Setiyardi juga membangun opini bahwa buku Gurita Cikeas itu hilang dari pasaran setelah dirilis. Inilah yang membuat masyarakat jadi penasaran terhadap isinya.
Padahal, di sini Setiyardi membalas George dengan pernyataan Amien Rais, yang intinya menyebutkan bahwa buku Membongkar Gurita Cikeas, banyak memiliki kelemahan. Terutama dalam hal sumber data.
George, seperti Setiyardi mengutip Amien Rais, hanya menyajikan data sekunder. Yaitu data dari kliping koran, internet dan jurnal.
Wawancara Dengan SBY
Dalam halaman kedua dan ketiga buku ini, sepertinya makin menunjukkan adanya perang antar-mantan wartawan Tempo. Dua-duanya menggunakan jurus yang sama: main kutip sana-sini, setelah itu membangun opini.
Pada bagian ketiga buku Hanya Fitnah & Cari Sensasi, Setiyardi sepertinya mau membalas seniornya, George Aditjondro yang mengutip pernyataan beberapa media.
Di buku balasan Membongkar Gurita Cikeas, yang dikutip selanjutnya adalah pernyataan Ketua DPD Irman Gusman. Waktu itu, Irman diwawancarai wartawan untuk memintai pendapatnya tentang buku George.
Irman mengatakan bahwa buku George tak ada nilainya. Isinya gosip dan fitnah yang hanya mencari sensasi belaka. Karena itu, Irman saat itu mengatakan tidak mau menanggapi tentang beredarnya buku Membongkar Gurita Cikeas, yang isinya seolah-olah ada aliran dana besar ke Tim Sukses SBY.
Di situ, Setiyardi juga mengutip pernyataan Irman yang menyebutkan bahwa buku George jauh sekali perbedaannya dengan buku All The President's Men, yang membuat jatuhnya Presiden Nixon.
Juga, dikutip pernyataan dari Andrik Purwasito, pengamat politik dari Solo yang menyebutkan bahwa di dalam buku George sama sekali tidak ada hal yang menguatkan tuduhan.
''Apakah George melakukan, misalnya, wawancara dengan SBY,'' begitu kata Andrik yang dikutip di dalam buku Hanya Fitnah & Cari Sensasi karya Setiyardi, yunior George yang sama-sama bekerja sebagai wartawan di Tempo.
[voa-islam.net]
Post a Comment