SEBUAH kejutan yang menyentakkan perhatian publik mewarnai persidangan kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB), dengan terdakwa mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (7/1). Adalah sosok mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Susno Duadji yang tanpa diduga membuat kejutan itu.
Susno hadir di ruang sidang untuk bersaksi. Uniknya lagi, jenderal polisi berbintang tiga ini justeru hadir sebagai saksi yang meringankan terdakwa Antasari Azhar. Sebuah ironi, lantaran Polri-lah yang menjerat mantan Ketua KPK itu sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan itu. Yang lebih mengejutkan lagi, kehadiran Susno Duadji tanpa diketahui institusinya di kepolisian.
Meski mengaku kehadirannya membawa nama pribadi, namun sosok Susno Duadji tidak bisa dilepaskan dari institusi Korps Bhayangkara. Terlebih Susno hadir mengenakan seragam kedinasan Polri, lengkap dengan bintang tiga di pundaknya. Kehadiran perwira tinggi (Pati) Polri ini seolah menohok institusi yang membesarkannya dan seperti hendak menguak tabir adanya perpecahan di institusi Polri.
Komjen Susno Duadji dihadirkan tim kuasa hukum terdakwa untuk memberikan kesaksian meringankan (adecharged). Kontroversi kehadiran Susno sudah dimulai ketika Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Cirus Sinaga menolak kehadirannya. Selain meminta untuk menunjukkan surat tugas dari institusi Polri, JPU juga keberatan dengan pakaian dinas yang dikenakan Susno, lantaran kehadirannya sebagai saksi membawa nama pribadi. Tapi, permintaan itu buru-buru disanggah oleh Hotma Sitompul, anggota tim kuasa hukum Antasari Azhar. “Saksi hadir sebagai pribadi,” ujar Hotma Sitompul, yang diamini Susno Duadji.
Akan tetapi, Cirus bersikeras agar Susno menunjukkan surat tugas dan tetap mempermasalahkan pakaian dinas, padahal bersaksi atas nama pribadi. Namun perselisihan tersebut berakhir setelah Ketua Majelis Hakim Herry Swantoro menengahinya. “Izin atau tidak itu masalah internal saksi,” ujar Herry.
Setelah disumpah, mantan Kabareskrim Polri itu pun mulai beraksi. Susno mengaku tidak dilibatkan dalam penyidikan kasus pembunuhan Nasrudin dengan tersangka Antasari Azhar, agar tidak terjadi konflik kepentingan. Susno Duadji mengatakan, Inspektur Jenderal Hadiatmoko, Wakil Kepala Bareskrim, yang menjabat sebagai ketua tim pengawas penyidik. “Jadi, yang menyidik adalah Polda Metro dan tim tersendiri. Saya tidak dilibatkan dalam tim itu karena Kapolri menunjuk Wakabareksrim (Hadiatmoko) sebagai ketua tim pengawas penyidik,” aku Susno.
Selain sebagai ketua tim pengawas, beber Susno, Hadiatmoko juga ditunjuk oleh Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri sebagai tim pencari motivasi kasus Antasari. Hasil yang diperoleh tim tersebut langsung dilaporkan ke Kapolri tanpa melaluinya selaku Kabareskrim.
“Dia (Hadiatmoko) tidak melapor ke saya, tapi ke yang memberi perintah (Kapolri). Kalau lapor ke saya, dia salah. Saya sendiri baru mengetahui tim tersebut ada setelah mereka gagal menemukan motif kasus Antasari,” ungkapnya.
Dijelaskan mantan Kapolda Jawa Barat ini, fungsi pengawas penyidikan untuk mengawasi seluruh proses penyidikan. Menurut Susno, setiap kasus pasti memiliki pengawas penyidik untuk mengawasi jalannya penyidikan. “Dia seperti wasit. Jangan sampai terjadi penyimpangan oleh penyidik,” ujarnya. Ketika ditanya maksud dan fungsi pembentukan tim pencari motivasi, Susno tidak dapat menjawab. “Saya tidak tahu. Tanya saja ke ketua timnya,” jawab Susno.
Pada bagian lain kesaksiannya, Susno Duadji juga mengaku sempat mengundang mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Wiliardi Wizar, yang turut menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan Nasrudin, ke ruangan kerjanya. Akan tetapi, jelas Susno, dirinya tidak membicarakan kasus pembunuhan Nasrudin, melainkan hanya mendengarkan keluhan Wiliardi dalam kapasitasnya sebagai senior di Polri. “Setelah mendengar hak-hak Wiliardi sebagai tersangka kurang didapatkan, saya langsung mengundang ke ruangan bersama keluarganya.
Waktu itu, saya bicara dari hati ke hati dan ada mantan Dirkrimum Polda Metro Jaya (Kombes Pol M Iriawan). Saya katakan kepada Wili, Saudara masih berstatus sebagai polisi aktif, apakah ada kesulitan, keluhan, dan sesuatu yang perlu dibantu karena saya senior, terlepas dari Anda salah atau tidak,” papar Susno.
Kepada Susno, Wiliardi mengaku jam besuknya dikurangi. “Saya katakan kepada komandan jaga tahanan, supaya tidak perlu ada perbedaan. Saya waktu itu lebih banyak bicara soal pribadi, soal keluarga pokoknya, dari hati ke hati,” kata Susno.
Susno pun tidak mau mencampuri urusan hukum yang sedang melilit Wiliardi. “Berkaitan dengan kesaksian Wili, saya katakan, itu hak Anda. Tetapi berhenti atau tidak menjadi anggota Polri, itu adalah karena kesalahan dan lamanya dihukum. Kalau dihukum tiga bulan, itu berhenti. Nah, Anda salah atau tidak, Anda yang tahu,” ujar Susno.
Menanggapi kesaksian Susno Duadji, Ketua Tim JPU Cirus Sinaga mengatakan, apa yang diutarakan saksi justru memberatkan terdakwa. “Itu bukan meringankan, melainkan memberatkan. Kesaksian itu mendukung kesaksian saksi-saksi sebelumnya. Sekaligus membuktikan bahwa kasus ini tidak ada unsur rekayasa dan sudah disidik sesuai prsosedur,” ujar Cirus seusai persidangan.
Menurut Cirus, kesaksian Susno di persidangan terkait pertemuannya dengan Williardi, Nova (istri Wiliardi) dan Iriawan, sejalan dengan kesaksian Hadiatmoko dalam persidangan sebelumnya. “Keselarasan terletak saat penyidikan ada semacam keberatan karena tidak diberi bertemu dengan istri dan penasihat hukum,” paparnya.
Mengenai pernyataan Susno tentang adanya tim pencari motivasi yang diketuai Hadiatmoko atas perintah Kapolri, Cirus menganggapnya sebagai sebuah kewajaran. “Itu tidak salah. Tugas penyidik mencari-cari alat bukti untuk jadi terang dan dapat ditemukan siapa tersangkanya,” tandas Cirus Sinaga.
Susno Terancam Dipecat
Kehadiran Susno Duadji dalam persidangan terdakwa Antasari Azhar benar-benar menohok institusi Polri. Mabes Polri tersentak dengan ulah Susno yang berpakaian dinas menjadi saksi yang meringankan terdakwa, tanpa seizin dari institusi.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang menegaskan, Susno Duadji hadir bukan atas perintah institusi. Menurut Edward, langkah yang ditempuh Susno bisa disebut sebagai pelanggaran kode etik profesi. “Jika dikaitkan dengan ketentuan, itu (kesaksikan Susno) bisa menyalahi aturan dan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran disipilin atau kode etik,” ungkap Edward saat jumpa pers di Mabes Polri, kemarin.
Dikatakan, seluruh anggota Polri tanpa kecuali wajib mematuhi peraturan. Aturan itu termasuk ketentuan mengenai jam kerja, mematuhi tugas, dan menjaga kehormatan diri sendiri serta bangsa dan negara. Mabes Polri, kata Edward, akan mengambil tindakan terhadap Susno Duadji. Susno pun terancam dipecat dengan tidak hormat.
“Kami punya aturan dan mekanisme untuk menindak setiap bentuk pelanggaran yang dilakukan anggota tanpa kecuali. Artinya, yang bersangkutan harus ditanya dan diperiksa,” tandas Edward.
Ancaman pemecatan, menurut Edward Aritonang, merupakan sanksi terberat, jika Susno terbukti melanggar kode etik kepolisian. “Itu aturannya dan tergantung pada kategori perbuatan atau pelanggaran kode etik yang dilakukan. Jika nanti terperiksa (Susno), terbukti seperti tidak ada izin, meninggalkan tugas, dan mempermalukan, itu bisa masuk dalam kategori pelanggaran kode etik,” tandas Edward.
Seharusnya, lanjut Edward, setiap anggota Polri mematuhi setiap peraturan yang berlaku dalam kedinasan dan mentaati perintah kedinasan.
Seperti kewajiban menaati jam kerja, meninggalkan tugas dengan izin, kewajiban menjaga citra, dan memegang teguh garis komando.
Kehadiran Susno di PN Jakarta Selatan, jelas Edward, sama sekali tanpa diketahui Mabes Polri. Institusi, kata Edward, juga tidak pernah menerima surat permintaan atau panggilan dari pihak pengadilan. Menurut Edward, berdasarkan keterangan pengadilan, pemanggilan Susno di luar rencana, atau di luar acara sidang, karena semula sidang akan mendengarkan saksi ahli IT. “Namun setelah sidang dibuka kembali, dihadirkan oleh pengacara adalah Komjen Susno Duadji sebagai saksi meringankan,” tegasnya.
Mabes Polri tidak akan mengintervensi sidang pembunuhan dengan terdakwa Antasari Azhar. Edward mempersilakan pihak pengacara terdakwa Antasari meragukan hasil pemeriksaan penyidik. Namun, lanjutnya, penyidik sudah melakukan penyidikan sesuai dengan sistem yang berlaku. “Penyidik melakukan penyidikan pasti atas sepengetahuan Kabareskrim dan setiap hari harus menyampaikan hasilnya,” tandasnya. O nor/dha[beritakota.com]
Izin ke Kapolri Dikirim Lewat Blackberry
Dalam perbincangan dengan wartawan di rumahnya, Jumat (8/1/2010) siang tadi, Susno meluruskan hal ini. Jenderal bintang tiga yang sekarang tak punya jabatan itu membantah anggapan itu. Sebab, ia merasa sudah mendapat izin dari Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri.
Beginilah kronologinya: "Sekitar pukul 10.00, saya dihubungi kuasa hukum Antasari. Kuasa hukum mengatakan, sidang Antasari sudah dimulai. Saya lupa bahwa saya hari ini harus menjadi saksi di sidang Antasari," katanya memulai cerita.
Saat menerima telepon tersebut, Susno mengaku tengah menuju Mabes Polri. Akhirnya, Susno pun berputar arah menuju PN Jakarta Selatan. "Setelah itu, saya langsung mengirimkan surat elektronik via Blackberry ke Asisten Kapolri Kombes Pol Arief Sulistyo," kata Susno.
Berikut petikannya. "Kepada YTH Pak Kapolri. Dilaporkan hari ini jam 10.00 kami jadi saksi dalam persidangan Antasari Azhar di PN Jaksel. Kesaksian kami diperlukan untuk menilai kesaksian Kombes Pol Wiliardi Wizar. Hal ini terkait dengan sejauh mana hak-hak Wiliardi diberikan/tidak saat ditahan di Bareskrim Polri. Hal ini jg utk menilai kesaksian KBP Iwan Bule dan Irjen Pol Hadiatmoko. Tolong segera dilaporkan ke Bapak TB 1 (Kapolri)."
Susno pun menunjukkan ponsel Blackberry miliknya kepada wartawan. Di sana tertulis bahwa Susno mengirimkan pesan pukul 10.36, dan diterima Kombes Arief pukul 10.46.
Tidak hanya itu, Susno juga mengirimkan surat elektronik Blackberry ke Asisten Kabareskrim Kompol M Zulkarnaen. Berikut petikannya. "Zul, cek ke Kombes Pol Arief, sepri kapolri. SMS BBM saya tsb di atas agar dilaporkan pada kapolri/wakapolri, sgera."
Pada Blackberry, tertulis Zulkarnaen menerima pesan tersebut pukul 10.37. "Jadi, tidak benar bahwa saya tidak mendapat izin," tegas Susno.
Susno beranggapan, tidak adanya balasan dari Kapolri bisa diartikan bahwa Kapolri sudah mengizinkan. Sebab, kalau Kapolri tidak mengizinkan pasti akan membalas. [kps]
Post a Comment