Home » » Presiden Pakistan Didesak Mundur

Presiden Pakistan Didesak Mundur

Written By admin on Saturday, December 19, 2009 | 12:19 PM


Pembatalan amnesti yang melindungi presiden dan menteri dari tuduhan korupsi menjadi amuinisi baru bagi oposisi untuk mendesak Presiden Pakistan Asif Ali Zardari mundur dari jabatannya.

"Kami meminta Presiden Zardari untuk mundur demi alasan moral. Kami sarankan agar seluruh anggota kabinet pun lekas mengajukan permohonan pengunduran diri," papar juru bicara partai oposisi Liga Muslim Pakistan-N (PML-N) Siddiqul Farooq. Selain itu, PML-N juga meminta Presiden Zardari agar tidak lagi bergantung pada sejumlah penolong konstitusinya.

Sebagai pemimpin negara, Zardari tergolong presiden yang kebal hukum. Namun Rabu (16/12), kekebalannya tak berarti lagi setelah Mahkamah Agung (AS) Pakistan akhirnya mengeluarkan putusan mengejutkan yang serta merta mengoyak pemerintahan Zardari -yang selama ini disebut-sebut sebagai partner kunci AS dalam memerangi sepak terjang militan Al-Qaeda dan pejuang Taliban. Rating Zardari sebagai presiden telah menurun tajam seiring dengan semakin kacaunya hubungan Zardari dengan militer yang berkuasa.

Juru Bicara Presiden Farhatullah Babar mengungkapkan Partai Rakyat Pakistan (PPP) yang diketuai Zardari akan menghormati putusan MA tersebut. Namun, Babar menekankan bahwa presiden dilindungi dari persidangan. "Tidak akan ada persidangan kriminal yang akan dilakukan di pengadilan terhadap presiden selama masih menjabat," ujarnya.

Selain Zardari, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Pakistan Rehman Malik beserta Menteri Pertahanan Pakistan, Ahmed Mukhtar turut berada dalam daftar 30 politikus dan 8.000 orang yang kini telah dibatalkan amnestinya. "Mendagri diminta untuk menyerahkan susunan 248 nama yang terlibat dalam kasus korupsi," ujar juru bicara Biro Pertanggungjawaban Nasional Ghazni Khan. Namun, Khan enggan menyebutkan ratusan nama yang masuk dalam daftar hitam Pengadilan Tinggi Pakistan. "Harta mereka yang tersimpan di bank telah dibekukan pada 2007, dan kini dibekukan lagi," imbuhnya.

Peraturan tentang amnesti Pakistan tercantum dalam National Reconciliation Ordinance (NRO). Setelah amnesti dibatalkan, maka ratusan kasus korupsi yang sempat ditangguhkan, kini sudah dimulai kembali proses hukumnya.

"Peraturan yang termuat dalam NRO merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kepentingan nasional," ujar Hakim Kepala Mahkamah Agung Mohammad Chaudhry.

NRO disetujui Oktober 2007 oleh Presiden Pakistan yang berkuasa saat itu Pervez Musharraf. NRO lahir menyusul desakan bertubi-tubi agar pemerintah segera menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu). Sejumlah pihak menilai, jika Pemilu lekas dimulai, maka semakin cepat pula mengakhiri delapan tahun kekuasaan militer di tanah Pakistan.

Ketika NRO akhirnya disetujui Musharraf, otomatis tuduhan korupsi yang semula dilayangkan terhadap beberapa politisi pun dibatalkan. Zardari, istrinya, dan mantan Perdana Menteri(PM) Benazir Bhutto yang masuk dalam daftar pelaku tindak korupsi bisa bernafas lega, dan kembali menduduki jabatan mereka semula.

Partai Rakyat Pakistan atau Pakistan People's Party (PPP) yang digawangi Zardari berhasil menjadi pemenang dalam Pemilu 2008. Selama berkuasa, Zardari mengubah sejumlah ketetapan yang selama ini difungsikan untuk mengatur kehidupan bernegara di Pakistan.


Sebagai salah satu "pelindung politik"-nya, NRO telah habis masa berlakunya pada akhir November lalu. Tuntasnya masa "perlindungan" NRO berarti tuntas juga imunitas Zardari terhadap proses hukum yang seharusnya ia hadapi. "Persidangan akan dibuka kembali.

Hal ini nantinya akan melunturkan berbagai perlindungan hukum yang selama telah dinikmati Presiden Zardari," ujar seorang pengacara senior, Salman Raja. NRO selama ini menjadi tameng Zardari untuk menghindari persidangan atas kasus korupsi yang membelitnya.

Namun jika dicermati, konstitusi ini sebenarnya juga mencantumkan ketentuan agar pemerintah Pakistan -khususnya kandidat Presiden Pakistan- agar selalu jujur dan tidak pernah terlibat satupun kasus pidana. Sementara itu, Zardari pernah merasakan bagaimana rasanya menjalani hukuman penjara karena dakwaan korupsi. Namun, ia berkelit, dan menyatakan bahwa hukuman itu semata-mata bermotif politik.[okezone.com]
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BERITA -BERITA PILIHAN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger