Komisi XI (Keuangan) menggugat dana talangan pemerintah yang dikucurkan untuk Bank Century. Dana lebih dari Rp 5 triliun itu dicairkan tanpa meminta persetujuan komisi.
Bank Indonesia dan Departemen Keuangan pun berlomba-lomba memberikan klarifikasi. Setelah kronologi yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani soal bailout itu, kini giliran Bank Indonesia yang membeberkan kronologi pengawasan bank yang bermasalah di penghujung 2008 itu.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Darmin Nasution di Komisi Keuangan DPR, Jakarta, Kamis 26 Agustus 2009 mengatakan, pengucuran dana talangan buat BI diputuskan setelah KSSK menggelar dua kali rapat pada 20 November dan 21 November 2008. Rapat itu untuk menentukan apakah penutupan bank akan berpengaruh sistemik atau tidak.
Setelah rapat pada 21 November 2009 yang berlangsung sejak pukul sembilan malam hingga pukul tujuh pagi keesokan harinya, diputuskan menyerahkan Bank Century kepada Lembaga Penjamin Simpanan karena bank dianggap gagal dan akan berdampak sistemik.
Darmin kemudian membeberkan kronologi Bank Century sebelum diputuskan diserahkan oleh KSSK kepada LPS, yakni:
I. Sebelum merger 2003-2004
Bank memilik permasalahan SSB valas sebesar US$ 203 juta berkualitas rendah (tidak memiliki rating) dan memiliki bunga rendah, dan US Treasury Strips sebesar US$ 185,36 juta dengan bunga sangat rendah. SSB tersebut berasal dari ROI Loan dengan market price dibawah 100 persen, namun dicatat sebesar harga nominal.
Pada waktu itu BI meminta supaya dicatat seperti harga pasar saat pembelian. Dalam kondisi itu Public Indonesia Loan dengan MTN berkualitas rendah dimasukkan US Treasury bunga rendah dan jangka panjang sehingga mempengaruhi modal.
Tindakan pengawasan :
a. Meminta bank untuk menambah modal mengeakibatakn tekanan terhadap permodalan bank.
b. Meminta Bank untuk melakukan merger terhadap 3 bank (Bank CIC, Bank Pikko dan Bank Danpac)
II. Merger (2004)
Pertimbangan bank diminta merger yaitu:
1. Pemegang saham/PS (Chinkara Capital Ltd, Rafat Ali Rizvi dan Hesyam Al Waruq) memiliki saham pada ketiga bank tersebut
melalui pasar modal
2. Mempermudah pengawasan terhadap bank hasil merger
III. Pasca Merger (2005 dan November 2008)
A. Pengawasan Intensif (2005-5 November 2008)
1. Permasalahan
a. Pada Oktober 2008, bank masih memiliki permasalahan SSB surat valas kualitas rendah sehingga terjadi negative spread. Disamping itu, bank memiliki AYDA atau aset tak produktif dalam jumlah besar (posisi 30 November 2007 sebesar Rp 477 miliar) yang mengakibatkan tekanan rentabilitas yang berdampak terhadap permodalan bank.
b. Pertengahan Juli 2008 bank mengalami kesulitan likuditas yang ditandai dengan penarikan DPK oleh nasabah besar antara lain Sampoerna, PT Timah dan Jamsostek. Sehingga bank terpaksa melakukan taking dari bank lain yang semakin meningkat. Selanjutnya, sejak Bulan Oktober 2008, bank beberapa kali melanggar GWM rupiah. Jumlah DPK yang ditarik masyarakat bulan November dan Desember 2008 sebesar Rp 5,67 triliun.
2. Tindak Lanjut Pengawasan
a. Bank diminta untuk menjual tunai SSB valas paling lambat Desember 2005.
b. Mengingat bank tidak menjual tunai SSB valas dimaksud, bank mengajukan propposal penyelesaian SSB valas melalui skema penjaminan tunai (Assets Management Agreement/MA). BI menyetujui proposal tersebut pada 21 Februari 2006.
c Bank diminta untuk menjual AYDA agar dapat meningkatkan aktiva produktif.
d. Bank diminta untuk menambah modal sebesar Rp 500 miliar. Bank telah menambah modal sebesar US$ 10,5 juta pada bulan Mei 2006 dan sebesar US$ 14,85 juta juta (MCB) pada bulan Juni 2006. Selanjutnya, pada bulan Juni 2007 bank melakukan rights issue sebesar Rp 442 miliar.
d. Bank masih belum dapat menyelesaikan permasalahan secara menyeluruh, karena permasalahan negative spread dan kondisi bank
diperkirakan akan mengalami kesulitan, pada kuartal IV tahun 2007, bank didorong untuk mencari strategic investor yang dapat menyelesaikan permasalahan bank secara menyeluruh.
e. BI menfasilitasi masuknya calon investor strategis antara lain Kuwait Finance House, Koreans Shinhan Bank, Maybank, Hana Financial Group Korea telah mencapai kesepakatan menengai sturuktur akuisisi (telah ditandanatngani Letter of Intent dan Point of Understanding antara pemegang saham dengan Hana Financial Group) pada bulan April 2008, namun ditunda karena terjadinya krisis keuangan global. Selanjutnya pada pertengahan November 2008, PT Sinarmas Multiartha Tbk juga telah menunjukkan minattanya menjadi investor (telah ditandatanganan LoI antara pemegang saham bank dengan PT Sinarmas Multiartha Tbk)
f. Berkenanaan dengan permasalahan likuditas, BI melakukan upaya antara lain pemantauan secara ketat likuditas harian dan meminta bank menjual SSB valas, menekan laju pertumbuhan kredit dengan mengutamakan penyelesaian permasalah likuiditas, meningkatkan setoran jaminan L/C, mendesak PSP agar menupayakan pelunasan SSB balas dan meminta PSP dan
PS mayoritas (Rafat Ali Rizvi dan Robert Tantular) untuk membuat komitmen tanggal 15 Oktober dan 16 November 2008 agar menyelesaiakan permasalahan likuditas, antara lain melunasi lebih awal SSB valas menambah modal dan atau mempercepat masuknya investor. •
SUMBER : VIVAnews
Post a Comment