Home » » Masjid Geometri Putih Kawasan Urban Bosnia

Masjid Geometri Putih Kawasan Urban Bosnia

Written By admin on Monday, February 9, 2009 | 11:53 PM

Atas bentuknya yang tak biasa, sebuah masjid di sebuah kota kecil Yugoslavia mendapat penghargaan Aga Khan Award, penghargaan internasional khusus didedikasikan pada arsitektur Islam pada tahun 1983. Masjid itu bernama Masjid Putih Sherefudin, tepatnya terletak di kota Visoko, bagian propinsi tenggara Turki (kini Bosnia-Hezergovina).

MasjidMasjid itu dianggap tak biasa sebab muncul di era arsitek menghadapi tantangan besar, yakni seperti apa perkawinan terbaik prinsip-serba-pasti ala pergerakan arsitektur modern dengan bentuk-bentuk tradisional Islam tanpa mengalahkan salah satu pihak, dan masjid putih dianggap salah satu rancangan yang berhasil.

Dibangun di atas lokasi masjid lama bernama sama—yang hancur akibat kebakaran—masjid putih menjadi salah satu landmark utama kota Visoko. Kota itu dulu merupakan tempat persinggahan karavan jipsi di abad pertengahan. Saat masih menjadi negara independen, Visoko merupakan ibu kota kerajaan Bosnia. Karakter kota berkembang menjadi wilayah Muslim dalam masa pemerintahan Dinasti Ottoman (1463-1878), dan kini menjadi tempat tinggal sekitar 40 ribu umat Muslim.

Pada tahun 1911 saat terjadi kebakaran hebat, sebagian besar bangunan dan rumah-rumah kayu—arsitektur khas era Ottoman di kawasan Balkan—musnah. Saat pembangunan ulang, penggunaan dinding bata, beton menjadi dominan, menghasilkan pemandangan lingkungan khas urban. Namun uniknya, meski tampang bangunan berbeda, prinsip perbandingan ruang terbuka dengan konstruksi bangunan yang dipakai masyarakat lokal tidak berubah. Itu pun berlaku dalam masjid. Hubungan antara kebutuhan masyarakat dengan masjid harus dijaga dalam skala yang sama.

MasjidAlasan itu pula yang menjadi pertimbangan arsitek saat ditunjuk membangun ulang masjid putih. Ia memutuskan masjid putih harus menjadi masjid terbesar di Visoko, sebab seperti itulah masjid putih lama. Namun tak hanya terbesar, melainkan juga lebih besar ketimbang masjid terdahulu. Bila ingin menghormati skala kebutuhan yang sama, arsitek berpikir bangunan tak pelak harus lebih besar demi menampung populasi muslim yang makin bertumbuh. Sang arsitek itu bernama Zlatko Ugljen, seorang praktisi sekaligus pengajar bergelar guru besar dari Sarajevo.

Saat pembangunan kendala yang mesti dihadapi Zlatko ialah lahan pemakaman yang tak boleh digusur sekaligus kebutuhan ruang ibadah yang luas, plus tipe cuaca ekstrem khas negara-negara Balkan. Dari kendala itulah justru Zlatko menggariskan desainnya yang tak biasa. Alih-alih ditempatkan sejajar dengan akses masuk dari jalan umum dan sejajar kompleks pasar, ruang ibadah luas dilesakkan kebawah oleh Zlatko, memberi kesan privat dan terlindungi lebih besar.

Denah Masjid Putih SherefudinSecara garis besar masjid terdiri dari lima area fungsional, area pencapaian dan sirkulasi, halaman pertama (courtyard), bangunan utama masjid, bangunan tambahan, lahan makam, dan menara.

Untuk area sirkulasi terlihat benar permainan arsitek terhadap tinggi rendah kontur lahan. Arsitek membuat akses masuk berupa jalan setapak melengkung menurun menuju halaman terbuka—berupa air mancur. Halaman itu bukannya tanpa fungsi, selain sebagai irama ruang luar, ia berfungsi sebagai tempat sholat terbuka, yang air mancurnya sewaktu-waktu dapat dimatikan.

Terletak di area lebih bawah ( basement) ruang utama masjid luas didesain untuk menampung jamaah sebanyak mungkin, sekaligus berfungsi sebagai tempat belajar tentang Islam, seperti mengaji, diskusi, dan ceramah.

Terhubung dengan ruang ibadah utama adalah bangunan tambahan, berbentuk persegi panjang sederhana yang kontras dengan bentuk volume bebas milik masjid. Bangunan utama terdiri dari auditorium kecil, ruang-ruang kantor yang sengaja didesain terpisah dari induk bangunan. Akses masuk terpisah dari jalan sekaligus level ketinggian tanah semakin menegaskan perbedaan fungsi. Sementara dua menara, dengan speaker di salah satunya,dibuat monumental untuk alasan simbolis.

MAsjidTentang lahan makam, dalam tradisi Bosnia, makam ialah area transisi antara masjid dengan kawasan pemukiman sekitar, sehingga sering kali ditemukan lahan makam mengitari bangunan masjid di Bosnia, menjadi halaman terbuka tanpa aturan bentuk tertentu.

Namun desain tak biasa ditemukan di masjid putih. Makam dibuat terisolasi dari bangunan Masjid Putih Sherefudin. Pasalnya ia terletak di halaman belakang, plus dinding masjid tanpa jendela membuat tak ada komunikasi antara ruang dalam dengan makam.

Sebenarnya arsitek pun menggunakan denah dasar masjid tradisional Bosnia, sebuah halaman yang mengarahkan ke ruang ibadah utama segi empat yang dinaungi atap atraktif. Bagaimanapun, ketidakbiasaan—dan mungkin konsep dramatis masjid putih membedakan ia dengan kawan-kawan masjid lain.

Ruang utama di bawah salah satu contohnya, meski masuk kedalam namun dengan dinding kaca memungkinan terjadi hubungan dengan ruang luar. Tak hanya itu, beberapa panel atap dari kaca menjadikan efek cahaya dramatis dalam ruang masjid.

MasjidMasjid dicat putih seperti pendahulunya, menimbulkan kesan bersih, sederhana dan seragam, namun efek cahaya dari luar memberi aksen kontras. Di saat yang sama, eksterior bangunan terlihat seperti bentuk geometri tak beraturan, mengingatkan bentuk-bentuk bangunan ibadat mediterania abad pertengahan.

Tim Juri Aga Khan menyatakan desain bangunan memiliki tiga prinsip keindahan utama, kesatuan, hirerakis, dan kontras. Prinsip kesatuan tercermin betul pada pilihan warna dasar—putih—dan kesederhanan bentuk elemen geometri yang terdiri dari segi empat, persegi panjang, dan silinder.

MasjidSiluet gubahan massa serupa piramida diawali dari menara tinggi, atap masjid, hingga menurun menjadi bangunan tambahan dan ruang terbuka, menggambarkan jelas adanya urutan hirarki dalam harmoni desain. Terakhir kontras terwakili di berbagai aspek, seperti ruang utama putih dengan efek dramatis cahaya, atap kaca, hingga bentuk masjid itu sendiri, yang kontras dari lingkungan sekitar.

Kini Masjid Putih Sherefudin melayani sekurangnya 10 hingga 15 orang tiap hari dan 300 hingga 400 jamaah di Hari Jumat. Seluruh teknologi konstruksi dan material, juga tenaga kerja, merupakan asli sumber daya lokal, begitu juga 94 persen biaya yang digunakan dalam pembangunan.

Kesederhanaan interior bangunan dan dekorasi yang digunakan, elemen lokal yang dikenali penduduk, bentuk yang rendah hati, pemeliharaan lahan makam, dan terakhir pengorganisasian pola kompleks keagamaan-budaya dengan tengah lingkungan pasar dan perdaganan setempat, menjadkan masjid putih penanda dalam masyarakat modern, yang memegang nilai-nilai agama sekaligus nilai sejarah terkait tradisi Ottoman./it

sumber : mualaf.com
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BERITA -BERITA PILIHAN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger